Procrastination is the grave in which you bury your dreams. Menunda itu seperti menggali kubur untuk segala yang kita impikan.
Demikian kata orang bijak, menunjukkan betapa berbahayanya perilaku menunda-nunda itu. Namun tampaknya justru semakin lama semakin banyak manusia modern yang terjebak dalam kebiasaan ini. Ujung-ujungnya, tugas dan tanggungjawab diselesaikan di beberapa waktu terakhir. Last Few Minuters, istilah keren untuk orang-orang yang punya kebiasaan tak keren ini.
Lucunya, walaupun sudah sadar bahwa ini adalah kebiasaan yang tidak menguntungkan, mematikan potensi, dan memunculkan masalah di kemudian hari, tetap saja banyak orang mengalami kesulitan untuk menghilangkannya. Mengapa ya?
Kurang Sibuk, Terlalu Sibuk
Kedua jenis sibuk ini ternyata juga sama-sama bisa menjadi sumber procrastination.
Adi memutuskan untuk mundur dari kantor. Selama ini ia menerima order desain grafis, dikerjakan di luar jam kantor. Akibatnya ia kewalahan dan kecapekan. Menghitung income yang dihasilkan, ia memutuskan untuk bekerja freelance, dengan asumsi ia akan lebih produktif. Tetapi, alih-alih lebih cepat menyelesaikan pekerjaan, Adi justru menunda-nunda. Yang biasanya selesai seminggu dikerjakan di sela-sela waktu kerja, tetap saja butuh seminggu.
Tidak adanya akuntabilitas waktu kepada pihak lain membuat Adi lebih santai. Ia merasa punya waktu lebih banyak. Karena itu ia menunda pekerjaannya.
Sheila juga seorang LFM. Ia sering merasa tak puas karena banyak hal tak terselesaikan dengan optimal. Ini akibat ia menunda menyelesaikan tugas-tugasnya. Tapi ia merasa tak berdaya, karena begitu banyak hal yang harus dihadapinya.
Kasus Sheila berangkat dari ketidakmampuannya untuk mengelola prioritas, bukan waktu. Para psikolog menyebut ini sebagai penyakit orang modern: mengambil terlalu banyak hal dan berusaha menyelesaikan segalanya dalam satu waktu. Padahal, tidak semua yang diambil itu termasuk dalam prioritas kehidupannya. Akibatnya waktu yang 24 jam terasa kurang. Pekerjaan pun menumpuk, dan Sheila menghabiskan waktu hanya menyelesaikan yang penting dan genting.
The Power of Kepepet
Serahkan satu tugas kepada staf, dan beri waktu satu bulan untuk menyelesaikannya; maka di akhir satu bulan ia akan menyerahkan tugas tersebut. Menariknya, serahkan tugas yang sama, berikan waktu dua minggu untuk menyelesaikannya, maka ia pun akan menyelesaikan tugas tersebut dalam kurun dua minggu tersebut.
Pengalaman masa lalu menunjukkan kepada kita bahwa sebagian besar hal bisa diselesaikan dalam waktu mepet. Otak kita menyimpan informasi ini, dan menolak menjalankan diri sebelum masuk ke periode kepepet. Inilah yang seringkali secara tidak disadari menyebabkan orang menunda menyelesaikan tugasnya.
Saya teringat ucapan Ronny Furqony, seorang ahli Neuro Linguistic Programming di Indonesia, “orang sukses biasanya mampu memanfaatkan prinsip the Power of Kepepet itu dengan cara memepetkan dirinya terhadap target dan jadwal, sehingga mereka mendapatkan hasil yang optimal.”
Menundukkan Diri
Musuh terbesar kita adalah diri sendiri. Untuk menundukkan diri yang suka menunda ini, Tiki Kustenmacher dalam buku How to Simplify Your Life (2004) membagikan tipsnya:
- Hindari kata “Saya Harus” karena ini menciptakan tekanan tersendiri pada otak. Hasilnya? Untuk menghindari ketidaknyamanan ini, kita menunda. Gantilah dengan kata “Saya akan” atau “Saya bisa.”
- Fokus pada langkah pertama. Seperti kata pepatah, perjalanan seribu mil ditempuh selangkah demi selangkah. Fokus pada aksi, bukan pada hasil yang diharapkan membuat otak menerima tugas dengan lebih ringan dan tidak menakutkan.
- Hindari sempurna . Lihat sekitar kita. Mereka yang produktif biasanya tak melakukan segalanya dengan sempurna. Mereka yang obsesif dengan kesempurnaan biasanya hanya sibuk berencana.
- Play more. Dalam kondisi tertekan waktu, sangatlah penting untuk berhenti sejenak. Percayalah, saat beristirahat, otak kita akan kembali segar dan menemukan ide-ide kreatif.
- Hadapi rasa cemas. Sekali waktu berpikirlah apa hal terburuk yang mungkin terjadi. Seringkali, kita menemukan bahwa apa yang kita cemaskan tidak seburuk apa yang akan terjadi.
sumber : alissawahid.wordpress.com
0 komentar